Kenapa sang
putri menolak lamaran ? Karena, selain rasa cintanya mesti bicara, ia
juga merasa memikul tanggung jawab yang tidak kecil. Akan timbul bencana
manakala sang putri menjatuhkan pilihannya pada salah seorang pangeran.
Dalam semadi, sang putri mendapat wangsit agar mengundang semua
pangeran dalam pertemuan pada tanggal 20 bulan 10 ( bulan Sasak )
menjelang pagi - pagi buta sebelum adzan subuh berkumandang. Mereka
harus disertai oleh seluruh rakyat masing - masing. Semua para undangan
diminta datang dan berkumpul di pantai Kuta. Tanpa diduga - duga enam
orang para pangeran datang, dan rakyat banyak yang datang, ribuan
jumlahnya. Pantai yang didatangi ini bagaikan dikerumuni semut.
Ada
yang datang dua hari sebelum hari yang ditentukan oleh sang putri. Anak
- anak sampai kakek - kakek pun datang memenuhi undangan sang putri
ditempat itu. Rupanya mereka ingin menyaksikan bagaimana sang putri akan
menentukan pilihannya. Pengunjung berduyun - duyun datang dari seluruh
penjuru pulau Lombok. Merekapun berkumpul dengan hati sabar menanti
kehadiran sang putri.
Betul seperti janjinya. Sang putri
muncul sebelum adzan berkumandang. Persis ketika langit memerah di ufuk
timur, sang putri yang cantik dan anggun ini hadir dengan diusung
menggunakan usungan yang berlapiskan emas. Prajurit kerajaan berjalan di
kiri, di kanan, dan di belakang sang putri. Sungguh pengawalan yang
ketat. Semua undangan yang menunggu berhari - hari hanya bisa melongo
kecantikan dan keanggunan sang putri. Sang putri datang dengan gaun yang
sangat indah. Bahannya dari kain sutera yang sangat halus.
Tidak
lama kemudian, sang putri melangkah, lalu berhenti di onggokan batu,
membelakangi laut lepas. Disitu Putri Mandalika berdiri kemudian ia
menoleh kepada seluruh undangannya. Sang putri berbicara singkat, tetapi
isinya padat, mengumumkan keputusannya dengan suara lantang dengan
berseru : ??Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat
negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa
diriku untuk kamu semua. Aku tidak dapat memilih satu diantara
pangeran. Karena ini takdir yang menghendaki agar aku menjadi Nyale yang
dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya
Nyale di permukaan laut.??
Bersamaan dan berakhirnya kata -
kata tersebut para pangeran pada bingung rakyat pun ikut bingung dan
bertanya - tanya memikirkan kata - kata itu. Tanpa diduga - duga sang
putri mencampakkan sesuatu di atas batu dan menceburkan diri ke dalam
laut yang langsung di telan gelombang disertai dengan angin kencang,
kilat dan petir yang menggelegar.
Tidak ada tanda - tanda sang
putri ada di tempat itu. Pada saat mereka pada kebingungan muncullah
binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak yang kini disebut sebagai
Nyale. Binatang itu berbentuk cacing laut. Dugaan mereka binatang itulah
jelmaan dari sang putri. Lalu beramai - ramai mereka berlomba mengambil
binatang itu sebanyak - banyaknya untuk dinikmati sebagai rasa cinta
kasih dan pula sebagai santapan atau keperluan lainnya.
Itulah
kisah Bau Nyale. Penangkapan Nyale menjadi tradisi turun - temurun di
pulau Lombok. Pada saat acara Bau Nyale yang dilangsungkan pada masa
sekarang ini, mereka sejak sore hari mereka yang akan menangkap Nyale
berkumpul di pantai mengisi acara dengan peresean, membuat kemah dan
mengisi acara malam dengan berbagai kesenian tradisional seperti
Betandak (berbalas pantun), Bejambik (pemberian cendera mata kepada
kekasih), serta Belancaran (pesiar dengan perahu). Dan tak ketinggalan
pula, digelar drama kolosal Putri Mandalika di pantai Seger.
************
etiap
tanggal duapuluh bulan kesepuluh dalam penanggalan Sasak atau lima hari
setelah bulan purnama, menjelang fajar di pantai Seger Kabupaten Lombok
Tengah selalu berlangsung acara menarik yang dikunjungi banyak orang
termasuk wisatawan. Acara yang menarik itu bernama Bau Nyale. Bau dari
bahasa Sasak artinya menangkap. Sedangkan Nyale, sejenis cacing laut
yang hidup di lubang - lubang batu karang di bawah permukaan laut.
Penduduk
setempat mempercayai Nyale memiliki tuah yang dapat mendatangkan
kesejahteraan bagi yang menghargainya dan mudarat bagi orang yang
meremehkannya.??Itulah yang berkembang selama ini,?? ujar Lalu Wirekarme
yang pernah menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pemasaran Dinas
Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah.
Tradisi menangkap Nyale
(bahasa sasak Bau Nyale) dipercaya timbul akibat pengaruh keadaan alam
dan pola kehidupan masyarakat tani yang mempunyai kepercayaan yang
mendasar akan kebesaran Tuhan, menciptakan alam dengan segala isinya
termasuk binatang sejenis Anelida yang disebut Nyale. Kemunculannya di
pantai Lombok Selatan yang ditandai dengan keajaiban alam sebagai
rahmat Tuhan atas makhluk ini.
Beberapa waktu sebelum Nyale
keluar hujan turun deras dimalam hari diselingi kilat dan petir yang
menggelegar disertai dengan tiupan angin yang sangat kencang.
Diperkirakan pada hari keempat setelah purnama, malam menjelang Nyale
hendak keluar, hujan menjadi reda, berganti dengan hujan rintik -
rintik, suasana menjadi demikian tenang, pada dini hari Nyale mulai
menampakkan diri bergulung - gulung bersama ombak yang gemuruh memecah
pantai, dan secepat itu pula Nyale berangsur - angsur lenyap dari
permukaan laut bersamaan dengan fajar menyingsing di ufuk timur.
Dalam
kegiatan ini terlihat yang paling menonjol adalah fungsi solidaritas
dan kebersamaan dalam kelompok masyarakat yang dapat terus dipertahankan
karena ikut mendukung kelangsungan budaya tradisional.
Keajaiban
Nyale bagi suku Sasak Lombok telah menimbulkan dongeng tentang kejadian
yang tersebar hampir keseluruh lapisan masyarakat Lombok dan
sekitarnya. Dongeng ini sangat menarik dengan cerita yang sangat
romantis dan berkembang melalui penuturan orang - orang tua yang
kemudian tersusun dalam naskah tentang legenda Nyale.